Dalam dunia peradilan,
dikenal dua bentuk administrasi, yakni administrasi umum yang biasa disebut
bidang keseketariatan, dan administrasi perkara yang biasa disebut bidang kepaniteraan. Bidang
kesekretariatan mencakup administrasi perkantoran secara umum, yang antara lain
meliputi administrasi kepegawaian, persuratan, keuangan dan lain-lain yang
tidak berkaitan dengan penerimaan dan penyelesaian perkara. Pelaksana
dan penanggungjawab bidang ini adalah Sekretaris pengadilan, dibantu oleh Wakil
Sekretaris, dan kepala-kepala sub. sedangkan yang dimaksud dengan
administrasi perkara yang masuk bidang kepaniteraan adalah seluruh proses
penyelenggaraan yang teratur dalam melakukakan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan dalam bidang pengelolaan kepaniteraan perkara yang menjadi bagian
tugas pengadilan. Pelaksana dan penanggungjawab bidang ini adalah Panitera yang
dibantu oleh Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti, Jurusita dan
Jurusita Pengganti.
Mengenai kearsipan ini pasal 383 HIR menyatakan bahwa,
“segala keputusan-keputusan selalu harus tinggal tersimpan dalam persimpanan
surat (arsip) pengadilan dan tidak dapat dipindahkan kecuali dalam hal-hal dan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang”.
1.
Apa yang dimaksud dengan
Kearsipan Perkara?
2.
Bagaimana pola kearsipan
perkara di Pengadilan Agama?
1.
Mengetahui pengertian kearsipan perkara.
2.
Mengetahui pola kearsipan perkara di pengadilan agama.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971
(LN 1971-32) tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan arsip adalah :
a) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh
lembaga-lembaga Negara dan badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun,
baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan
kegiatan pemerintah
b) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh
badan-badan swasta dan/atau perorangan dalam bentuk corak apapun baik dalam
keadaan tunggal maupun berkelompok dalam rangka pelaksanaan kehidupan
kebangsaan
Kearsipan pada dasarnya merupakan bidang tersendiri
dan membutuhkan adanya suatu keterampilan khusus dalam arti management yaitu
dikenal dengan istilah “Record Management”
1) Pasal 383 HIR
Bahwa segala keputusan-keputusan selalu harus tinggal
tersimpan dalam persimpanan surat (arsip) di Pengadilan dan tidak dapat
dipindahkan kecuali dalam hal-hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.
2) Pasal 101 UU Nomor 7 Tahun 1989 jo UU Nmor 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama
a. Panitera bertanggungjawab atas pengurusan berkas
perkara, dokumen, buku daftar, akta, biaya perkara uang titipan pihak ketiga,
surat-surat berharga, barang bukti dan surat-surat lain yang disimpan di
Kepaniteraan.
b. Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, serta
berkas perkara tidak boleh dibawa keluar dari ruang kepaniteraan kecuali atas
izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang.
3) Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor :
KMA/004/II/1992
Kepaniteraan Pengadilan Agama mempunyai tugas
memberikan pelayanan teknis dibidang Administrasi Perkara dan Administrasi
Peradilan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas
dan fungsi dari pelayanan kearsipan meliputi :
a. Penyusunan kegiatan pelayanan administrasi perkara
serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan
persidangan.
b. Penyusunan daftar perkara, administrasi, administrasi
keuangan perkara dan pelaksanaan putusan perkara.
c. Penyusunan statistik perkara, dokumentasi perkara,
laporan perkara dan yurisprudensi
d. Pengurusan administrasi pembinaan hukum agama dan
hisab rukat.
Bidang kearsipan berkas perkara, tugas dan fungsi
kepaniteraan dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab sub. Kepaniteraan Hukum.
Dalam pasal 6,9, 12, 15 dan 21 UU Nomor 7 Tahun 1989
jo. UU Nomor 3 Tahun 2006, ditegaskan bahwa Sub. Kepaniteraan Hukum mempunyai
tugas :
1) Mengolah dan mengkaji
2) Menyajikan statistic perkara
3) Menyusun laporan perkara
4) Menyimpan arsip berkas perkara
5) Melakukan pengurusan administrasi pembinaan hukum
agama.
6) Tugas-tugas lain berdasarkan undang-undang
Administrasi kearsipan harus diselenggarakan
sedemikian rupa, karena arsip mempunyai nilai sebagai berikut :
1) Administratif value (nilai administrasi)
2) Legal value (nilai hukum)
3) Fiskal value (nilai keuangan)
4) Research value (nilai penelitian)
5) Educational value (nilai dokumentasi)
Secara umum ada tiga jenis pola penataan arsip, yaitu
:
a. Alphabetical Filling
Penyusunan arsip didasarkan pada urutan abjad
b. Subjectical Filling
Penyusunan arsip didasarkan pada subjeknya
c. Geografical Filling
Penyusunan arsip didasarkan pada tempat asal
Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor :
KMA/001/SK/1991, jenis penataan arsip berkas perkara dapat digolongkan pada
jenis Subjectical filing dan Number filling (berdasarkan nomor
perkara). Penyusunan arsip berkas perkara digolongkan pada jenis perkara yaitu
perkara gugatan, permohonan dan berkas permohonan petolongan pembagian harta
peninggalan diluar sengketa.
Berkas perkara terdiri atas :
1)
Berkas
perkara yang masih berjalan
Berkas perkara yang masih berjalan adalah berkas
perkara yang sudah selesai diputus/diadili oleh Pengadilan. Belum dapat
digolongkan sebagai arsip karena masih terdapat penyelesaian administrasi
perkara yang belum selesai, misalnya masih dalam proses banding, kasasi, atau
PK. Begitu juga terhadap perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
tetapi belum eksekusi.
Penyimpanan berkas perkara yang masih berjalan
dilaksanakan oleh Panitera Muda Gugatan atau Panitera Muda Permohonan.
2)
Arsip
berkas perkara
Arsip berkas perkara adalah berkas perkara yang sudah selesai
dengan tuntas dan disimpan oleh Panitera Muda Hukum.
Ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam
penataan arsip berkas perkara, yaitu :
Tahap Pertama :
a) Memisahkan berkas perkara yang masih berjalan dengan
arsip berkas perkara
b) Berkas perkara yang masih berjalan dikelola oleh
Panitera Muda Gugatan atau Panitera Muda Permohonan.
Tahap Kedua :
a) Membuat daftar isi dalam kertas tersendiri yang
ditempatkan didalam sisi kiri box
b) Dilanjutkan dengan memilah-milah berkas tersebut
menurut klasifikasinya.
c) Box ditempatkan di rak atau lemari dan diupayakan
ditempatkan dalam ruang khusus untuk menjamin keamanannya.
d) Setiap Rak lemari dibuat Daftar Isi Rak (DIR) atau
Daftar Isi Lemari (DIL)
e) Arsip yang telah tertata rapih tersebut dapat
digunakan oleh Hakim, Jaksa, Polisi, Dosen, Mahasiswa, Peneliti atau masyarakat
umum yang memerlukan. Untuk itu harus disediakan tempat khsus
untukmembaca dan diawasi dalam pelaksanaannya.
Tahap Ketiga :
Tahap ini adalah tahap penghapusan arsip yang sudah
sampai masanya untuk dihapus. Untuk tahap ini dilakukan :
a) Memisahkan berkas perkara yang sudah sampai masanya
untuk dihapus.
b) Berkas disortir untuk memisahkan berkas perkara
yang mempunyai nilai sejarah, yaitu : masih tulisan tangan, dalam bahasa
Belanda, bahasa daerah asli, perkara khusus dan mempunyai dampak luas baik segi
daerah maupun nasional
c) Arsip berkas perkara yang mempunyai nilai sejarah,
penataannya dapat dilakukan dengan cara :
- Tetap disimpan dalam
box/sampul khusus
- Dibundel tersendiri
secara baik dan rapi.
d) Arsip berkas perkara yang akan dihapus dibentuk
Panitia Penghapusan lalu dibuat berita acara penghapusan. Berkas perkara yang
dihapus sebaiknya putusan tidak ikut dihapus tetapi dibundel menjadi suatu buku
dan tetap disimpan.
Buku Kontrol untuk tiap jenis perkara, yang memuat
Nomor urut, Nomor perkara, macam perkara, tanggal daftar, tanggal putus,
tanggal masuk arsip dan keterangan lain-lain.
Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1952. Cara
penanganan arsip yang hilang adalah :
1) Apabila masih ditemukan salinan/turunan
putusan/penetapannya, maka salinan tersebut disimpan sebagai surat asli.
2) Apabila di Pengadilan tidak ditemukan turunannya,
maka diminta kepada pihak yang memiliki salinan putusan/penetapan dengan suatu
perintah dari Pengadilan.
3) Yang bersangkutan dapat diberi turunan sah dari
turunan tersebut.
4) Apabila ia menolak menyerahkan salinan sah tersebut
pada Pengadilan, maka ia dapat dijatuhi pidana maksimal 4 bulan 2 minggu dan
itu merupakan tindakan kejahatan.
5) Apabila salinan resmi tidak ditemukan lagi, maka
dibuatkan salinan/turunan diktum/amar putusan/penetapan yang ada pada Berita
Acara Persidangan.
6) Apabila Berita Acara Persidangan pun tidak
ditemukan, maka dicari dari register perkara dan dibuatkan turunan dictum
putusan/penetapan yang ada pada register tersebut.
7) Kehilangan tersebut dapat dinyatakan dalam suatu
Surat Keterangan yang dibuat oleh seorang Hakim dan Panitera yang menjatuhkan
putusan tersebut.
8) Arsip berkas perkara dapat disimpan selama 30
tahun.
“…atau perlu untuk
disimpan dalam archief selama 30 tahun, sesuai dengan undang-undang yang
bersangkutan.” (pasal 1 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 1952).
Kearsipan perkara sebagai administrasi pada
bidang kepaniteraan merupakan bagian dari pelayanan publik, dimana perlunya
penyusunan dan penataan arsip berkas perkara yang baik guna kemudahan pencarian
berkas demi terwujudnya pelayanan prima. Pelaksanaan yang terjadi telah
memenuhi pola kearsipan perkara sebagaimana petunjuk dalam buku pedoman
pelaksanaan tugas dan administrasi peradilan agama, namun pada pelayanan
pengambilan akta cerai dan salinan putusan masih menemui kendala-kendala.
Dalam pembahasan makalah ini, apabila tidak mencantumkan
sumber atau pembahasan yang kurang jelas, di karenakan sumber yang ada masih
minim, sehingga kurang maksimalnya pembahasan materi dalam makalah ini.
Mahkamah Agung RI.,
1994, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, Mahkamah
Agung RI, Jakarta.
Manan, Abdul dan Ahmad
Kamil, 2007, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian
Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, Dirjen
Badilag Mahkamah Agung RI, Jakarta.