BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sholat merupakan salah satu tiang bangunan islam. Begitu
pentingnya arti sebuah tiang dalam suatu bangunan yang bernama islam, sehingga takkan
mungkin untuk ditinggalkan.
Makna bathin juga dapat
ditemukan dalam sholat yaitu: kehadiran hati, tafahhum (Kefahaman
terhadap ma’na pembicaraan), ta’dzim (Rasa hormat), mahabbah, raja’
(harap) dan haya (rasa malu), yang keseluruhannya itu ditujukan kepada
Allah sebagai Ilaah.
Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah dan ta’lim yang
sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih
dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih
dan suci. Shalat merupakan tathbiq ‘amali (aspek aplikatif) dari
prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun sosial kemasyarakatan
yang ideal yang membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai
persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam
shalat makna keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan
keteraturan yang indah.
Sholat sebagai salah satu penjagaan
bagi orang-orang yang beriman yang benar-benar melaksanakannya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, masalah-masalah yang akan
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah
pengertian sholat & Dasar hukum sholat?
2. Mengetahui waktu, syarat, rukun, dan sunah sholat?
3. Mengetahui makhruh dan batalnya sholat menurut berbagai mazhab fiqih?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian Sholat Dan dasar hukumnya
2. Mengetahui waktu, syarat, rukun, dan sunah sholat
3. Megetahui makhruh dan batalnya
sholat menurut berbagai mazhab fiqih
BAB II
SHALAT
A. Pengertian dan Dasar Hukum Sholat
Sholat menurut bahasa
adalah do’a, sedangkan menurut istilah adalah pekerjaan dan ucapan yang diawali
oleh takbiratul ihram dan diakhiri oleh salam. Secara dimensi
Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan
(gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya
kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah di tentukan
oleh Agama.[i]
Permulaan shalat, shalat didirikan dengan membaca kalimah kebesaran Allah.
Yaitu musholi bertakbir dengan mengucapkan Allahu Akbar, maka serempak jiwanya
bergerak menghadap ke Hadirat Allah Yang Mahatinggi-Mahamulia. Sementara
musholi meninggalakan seluruh urusan dunianya dan memusatkan pikirannya untuk menghadap
Allah SWT. Sehingga, sudah barang tentu ia putus hubungan dengan (makhluk) di
bumi, meskipun jasadiahnya ada di atas hamparan bumi.
Sesungguhnya shalat
dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan keteraturannya, dengan dilakukan
di rumah-rumah Allah, dengan kebersihan dan kesucian, dengan penampilan yang
rapi, menghadap ke kiblat, ketentuan waktunya dan kewajiban-kewajiban lainnya
seperti gerakan, tilawah, bacaan-bacaan dan perbuatan-perbuatan, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat
mempunyai nilai lebih dari sekedar ibadah bumi, seraya berdoa selamat (mengucap
salam) kepada makhluk bumi, keselamatan dan kesejahteraan yang diperuntukkan
bagi sesama makhluk-Nya. Sebab itulah shalat berawal dengan takbir ihram, Allahu Akbar dan berakhir
dengan salam, ‘Assalamu’alaikum’.
Adapun dasar hukum
shalat yaitu:
Firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
“Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
Firman-Nya yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:
“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.”
Firman-Nya yang lain dalam Surah Al-Hajj ayat 78:
“Dan berjihadlah kamu pada
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi
atas segenap manusia, Maka Dirikanlah solat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung
dan sebaik- baik penolong”.
Firmannya dalam Surah al-Ankabut ayat 45:
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”
Sedangkan hadits-hadits yang menjelakan tentang kewajiban solat
antara lain adalah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ:
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص: بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلهَ
اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ اِقَامِ الصَّلاَةِ، وَ
اِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ حَجّ اْلبَيْتِ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ. احمد و البخارى و
مسلم، فى نيل الاوطار 1:
333
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada
Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammat itu adalah utusan Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, hajji ke Baitullah dan puasa Ramadlan. [HR.
Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بَيْنَ الرَّجُلِ
وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ. الجماعة الا البخارى و النسائى، فى نيل
الاوطار 1: 340
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “(Yang membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan
shalat”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1,
hal. 340]
عَنْ بُرَيْدَةَ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص
يَقُوْلُ: اَلْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ. فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1:
343
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa
meninggalkannya, maka sungguh ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 343]
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ اَنَّ اَعْرَابِيًّا جَاءَ
اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ثَائِرَ الرَّأْسِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ ! قَالَ: الصَّلَوَاتُ
اْلخَمْسُ، اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ
عَلَيَّ مِنَ الصّيَامِ
! قَالَ:
شَهْرُ رَمَضَانَ اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ:
اَخْبِرْنِى
مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الزَّكَاةِ ! قَالَ:
فَاَخْبَرَهُ
رَسُوْلُ اللهِ ص بِشَرَائِعِ اْلاِسْلاَمِ كُلّهَا. فَقَالَ: وَ الَّذِى اَكْرَمَكَ، لاَ اَطَّوَّعُ شَيْئًا وَ لاَ
اَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.
اَفْلَحَ اِنْ صَدَقَ اَوْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ اِنْ صَدَقَ. احمد و البخارى و مسلم،
فى نيل الاوطار 1: 335
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung
datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya,
“Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari
shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang lima, kecuali kamu mau
melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah
wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan,
kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata :
Lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam
seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah
memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi
sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu
Rasulullah SAW bersabda, “Pasti ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan
masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam
Nailul Authar juz 1, hal. 335]
عَنْ
اَنَسِ بْنَ مَالِكٍ رض قَالَ:
فُرِضَتْ
عَلَى النَّبِيّ ص الصَّلَوَاتُ لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِهِ خَمْسِيْنَ، ثُمَّ
نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا. ثُمَّ نُوْدِيَ: يَا مُحَمَّدُ اِنَّهُ لاَ
يُبَدَّلُ اْلقَوْلُ لَدَيَّ وَ اِنَّ لَكَ بِهذِهِ اْلخَمْسِ خَمْسِيْنَ. احمد و
النسائى و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 1:
334
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu
pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga
menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak
diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama
dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi
menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
عَنِ
الشَّعْبِيّ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَدْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ.
فَلَمَّا
قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمَدِيْنَةَ زَادَ مَعَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ،
اِلاَّ اْلمَغْرِبَ فَاِنَّها وِتْرُ النَّهَارِ وَ صَلاَةُ اْلفَجْرِ لِطُوْلِ
قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ: وَ كَانَ اِذَا سَافَرَ صَلَّى الصَّلاَةَ اْلاُوْلَى.
احمد
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh
telah difardlukan shalat itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka
tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua
rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat Maghrib, karena
sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh),
karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW
apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua
rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241]
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ عَنِ النَّبِيّ ص اَنَّهُ ذَكَرَ
الصَّلاَةَ
يَوْمًا فَقَالَ:
مَنْ
حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَ بُرْهَانًا وَ نَجَاةً يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ. وَ مَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَ لاَ
بُرْهَانًا وَ لاَ نَجَاةً. وَ كَانَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَ
فِرْعَوْنَ وَ هَامَانَ وَ اُبَيّ بْنِ خَلَفٍ. احمد، فى نيل الاوطار 1: 343
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, dari Nabi SAW bahwa
beliau pada suatu hari menerangkan tentang shalat, lalu beliau bersabda,
“Barangsiapa memeliharanya, maka shalat itu baginya sebagai cahaya, bukti dan
penyelamat pada hari qiyamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka shalat
itu baginya tidak merupakan cahaya, tidak sebagai bukti, dan tidak (pula)
sebagai penyelamat. Dan adalah dia pada hari qiyamat bersama-sama Qarun,
Fir’aun, Haaman, dan Ubay bin Khalaf”. [HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 1,
hal. 343].[ii]
B. Waktu, Syarat, Rukun, dan Sunah-sunah dalam Sholat
1.
Pembagian Waktu Shalat.
Waktu setiap sholat terbagi menjadi enam bagian, yaitu ;
·
Waktu Fadlilah
Ketika seseorang sholat
pada waktu ini maka dia mendapatkan fadlilahnya awal waktu. Mendapatkannya
fadlilah awal waktu ini dengan sebab menyibukkan diri dengan sebab-sebab
sholat, mulai dari masuknya waktu sholat, kemudian segera mengerjakan sholat.
Sebab-sebab sholat seperti menjawab adzan, bersuci, menutup aurat, menunggu
jama'ah dan sebagainya.
·
Waktu ikhtiyar
Syari' memilih sholat
dikerjakan pada waktu ini jika sholat tidak dikerjakan pada waktu fadlilah.
·
Waktu jawaz
Sholat boleh diakhirkan
sampai pada waktu ini, dan terkadang dengan kemakruhan dan terkadang tidak
makruh.
·
Waktu hurmah
·
Sholat haram diakhirkan
sampai pada waktu ini, karena akan menjatuhkan sebagian dari sholat diluar
waktu.
·
Waktu udzur
Sholat boleh dikerjakan
pada waktu ini karena ada udzur, seperti saat bepergian atau sakit.
·
Waktu dloruroh
Yaitu akhir waktu
ketika hilangnya penghalang sholat -seperti haidl dan lainnya- dan waktu hanya
tersisa sekadar takbiratul ihram saja atau lebih.
Waktu sholat Fardhu
·
Sholat Dzuhur
Dinamakan
Dhuhur karena sholat ini dikerjakan pada waktu tengah hari. Ada yang mengatakan
dinamakan Dhuhur karena sholat Dhuhur adalah sholat yang pertama kali muncul
dalam islam.
·
Sholat Asar
Waktu sholat 'Ashr masuk ketika bayangan sesuatu sudah menyamai
panjangnya selain bayangan istiwa' dan lebih sedikit. Dan waktunya keluar
ketika matahari terbenam.
·
Sholat Maghrib
Waktu
sholat Maghrib masuk dari terbenamnya matahari, dan keluar dengan terbenamnya /
hilangnya mega merah di ufuk.
·
Sholat I’sya
Waktu
sholat 'isya masuk dengan hilangnya mega yang berwarna merah. Dan waktunya
keluar dengan terbitnya fajar shodiq.
·
Sholat Shubuh
Waktu sholat shubuh masuk dengan terbitnya fajar shodiq, dan keluar
dengan terbitnya sebagian dari sinar matahari.[iii]
2. Syarat-syarat shalat
a.
Suci dari hadas besar dan hadas kecil
b.
Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
c.
Menutup aurat
d.
Mengetahui masuknya waktu shalat
e.
Menghadap kiblat
f.
Mengerti kefadhuan shalat
g.
Tidak mengiktidalkan salah satu fardhu dari
beberapa fardhu salat sebagai suatu yang sunat.[iv]
3. Rukun shalat
a.
Niat, artinya menyengaja di dalam hati untuk
melakukan shalat
b.
Berdiri, bagi orang yang kuasa
c.
Takbiratul ihram
d.
Membaca surat Al-Fatihah
e.
Ruku’ dan thuma’ninah
f.
I’tidal dengan thuma’ninah
g.
Sujud dua kali dengan thuma’ninah
h.
Duduk antara dua sujud dengan thuma’ninah
i.
Duduk untuk tasyahhud pertama
j.
Membaca tasyahhud akhir
k.
Membaca shalawat atas Nabi
l.
Mengucap salam yang pertama
m.
Tertib
4. Sunnah-Sunnah Shalat
Bagian
ketiga dari amalan (baca:perbuatan) dan bacaan dalam shalat adalah
sunnah-sunnah shalat, yaitu selain apa-apa yang telah disebutkan dalam rukun
maupun wajib shalat. Sunnah shalat ada dua jenis, ucapan maupun perbuatan.
Pertama, sunnah
berupa perkataan, bentuknya banyak sekali. Diantaranya: membaca do’a iftiftah,
ta’awudz, membaca basmalah, membaca surat setelah al Fatihah, membaca bacaan
rukuk, sujud, do’a antara dua sujud lebih dari sekali, do’a setelah tasyahud
akhir dan lainnya.
Kedua, sunnah
berupa perbuatan, bentuknya juga baca. Diantaranya: mengangkat tangan saat
takbiratul ihram serta ketika akan dan setelah rukuk, meletakkan tangan kanan
diatas tangan kiri dan meletakkannya di atas dada saat berdiri, melihat tempat
sujud, meletakkan tangan diatas lutut saat rukuk, menjauhkan antara perut dan
paha, paha dan betis saat sujud, dan lainnya.
C. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
1. Bercakap-cakap, sekurang-kurangnya terdiri dari dari dua huruf, walaupun
tidak mempunyai arti. Madzhab Hanafi dan Hambali: tidak
membedakan menganai batalnya shalat karena berbicara ini baik di sengaja maupun
tidak di sengaja keduanya tetap membatalkan shalat.Sedangkan Madzhab
Imamiyah, Syafi'I dan Maliki mengatakan: Shalat tidak batal
di karenakan lupa, kalau hanya sedikit. Dan shalat seseorang tetap terpelihara.
Ketika seseorang berdehem di dalam shalat, menurut Madzhab Iamamiyah
dan Maliki hal tersebut tidak membatalkan shalat meskipun tanpa makksud.
Tetapi ualama mazhab yang lainya menyatakan batal kalau tidak ada
maksud, kalau ada maksud seperti membaguskan makhrajul huruf maka di
perbolehkan.
2. Setiap perbuatan yang menghapuskan bentuk shalat, maka hal ini hukumnya
membatalkan shalat, sekiranya bila di lihat oleh orang lain seperti orang yang
tidak shalat. Para ulama mazhab menyepakatinya.
3. Makan dan Minum Ini telah di sepakati para ulama, akan tetapi ulama
madzhab berbeda pendapat menganai kadarnya.Mazhab Imamiyah
mengatakan : makan dan minum bisa membatalakan shalat apabila hal tersebut
menghilangkan bentuk shalat itu atau menghilankan syarat atau rukun dalam
shalat seperti berkesinambungan. Mazhab Hanafi mengtakan: makan dan
minum di dalam shalat membatalkan shalat walaupun makanan tersebut hanya sebiji
kismis dan yang diminum tersebut seteguk air. Menurut Mazhab syafi'i
mengatakan: semua makanan dan minuman yang masuk kedalam rongga perut itu
membatalkan shalat jiaka seseoarng tersebut melakukanya dengan sengaja dan tau
keharamanya akan tetapi kalau tidak tahu atau lupa maka hal tersebut tidak
membatalkan shalat. Sedangkan menurut Mazhab Hambali mengatakan : kalau
makanan dan minumannya banyak maka membatalkan shalat baik di sengaja maupun
tidak akan tetapi kalau sedikit dan tidak di sengaja tidak membatalkan shalat.
4. Sesuatu yang membatalkan wudhu dan menyebabkan mandi Seluruh ulama
mazhab sepakat bahwa hal tersebut membatalakan shalat, kecuali Mazhab
Hanafi mereka mengatakan: shalat batal jika jika perkara tersebut datang
sebelum selesai membaca tasahud akhir tetapi kalau perkara tersebut datang
sebelum salam (selesai membaca tasahud akhir) maka hal tersebut tidak
membatalkan shalat.
5. Tertawa terbahak-bahak Seluruh ulama mazhab kecuali Mazhab Hanafi
menyatakan batal. Masing-masing ulama memilki pandangannya masing-masing
menganai batalnya shalat salah satu contoh yakni pendapat Mazhab Mazhab Syafi'i
dan Mazhab Maliki adalah sebagai berikut.
hal-hal yang membatalkan shalat adalah sbb:
1. karena hadas yang mewajibkan wudhu atau mandi
2. sengaja berbicara
3. menangis
4. merintih
5. banyak bergerak
6. ragu-ragu dalam niat
7. Bimbang dalam memutuskan shalat tapi terus melakukanya
8. menukar niat dalam shalat fardhu dengan fardhu yang lainnya
9. terbuak auratnya, sedangkan ia mampu menutupinya
10. telanjang, sedangkan ia memiliki pakaian untuk menutupinya
11. terkena najis
12. mengulang-ulang takbiratul ihram
13. meninggalkan rukun dengan di sengaja
14. mengikuti imam yang tidak patut diikuti karena kekufurannya atau sebab
yang lainnya.
15. menambah rukun dengan di sengaja
16. masuknya makanan ataupun minuman kedalam rongga mulut
17. berpaling dari kiblat dengan dadanya
18. mendahulukan rukun fili dari yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara lahiriah shalat berarti
beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang
telah ditentukan. Sedangkan secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa)
kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di
dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya atau melahirkan
hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan
pekerjaan atau dengan kedua – duanya. Orang
beriman melaksanakan shalat sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT, serta sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Selain itu
sholat juga mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia, untuk kesehatan manusia
itu sendiri, ketenangan hati dan pikiran, dan keselamatan di akhirat karena
amal yang pertama dihisab adalah sholat.
B. Saran
Sholat sebagai suatu tarbiyyah yang
begitu luar biasa yang mengajarkan kebaikan dalam segala aspek kehidupan,
sebagai pencegah kemungkaran dan kemaksiatan, sebagai pembeda antara orang yang
beriman dan orang yang kafir, sholat sebagai syariat dari Allah dalam
kehidupan, semoga dapat difahami, diamalkan dan diaplikasikan dengan benar
dalam kehidupan kita. Kebenaran datang dari Allah
semata dan kesalahan-kesalahan takkan lepas dari kami sebagai manusia yang
memiliki banyak kekurangan. Maka teruslah berusaha untuk menjauhi segala yang
menjadi larangannya dan melaksanakan segala perintahnya, meneladani Nabi kita
Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR
PUSTAKA