BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat
tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya,
dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah
jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank salah satunya sewa
guna usaha (leasing), dimana kegiatan pembiayaan ini berdasarkan prinsip
syariah yang menggunakan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
2. Apa saja yang menjadi landasan
hukum Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
3. Apa saja yang menjadi syarat dan rukun Ijarah Muntahiyah Bittamlik?
4. Apa saja bentuk Ijarah
Muntahiyah Bittamlik?
5. Bagaimana perbedaan antara Ijarah
Muntahiyah Bittamlik dengan leasing?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
2. Mengetahui landasan hukum Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
3. Mengetahui syarat dan rukun Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
4. Mengetahui bentuk Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
5. Mengetahui perbedaan antara Ijarah Muntahiyah Bittamlik dengan
leasing.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik
Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with
purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan.
Definisinya
: Istilah ini tersusun dari dua kata :
1. At-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa)
2. At-tamliik (kepemilikan)
Definisi dua kata tersebut secara keseluruhan :
Pertama : at-ta’jiir menurut bahasa ; diambil dari
kata al-ajr, yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan
juga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al-ijaaroh : nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap
pekerjaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad sewa terbagi menjadi dua :
1.
sewa barang
2.
sewa pekerjaan
Kedua : at-tamliik secara bahasa bermakna :
menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah ia tidak keluar
dari maknanya secara bahasa. Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap
manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.
Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat
dengan adanya ganti maka disebut persewaan. Jika kepemilikan terhadap
sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian. Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya
ganti maka disebut pinjaman.
Ketiga : definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik (IMB)[i]” (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari
dua kata adalah ; sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih
tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si
penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah
biasa.
B. Landasan Hukum Ijarah Muntahia
Bittamlik
Sebagai suatu transaksi yang
bersifat tolong menolong, ijarah mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran
dan Hadist. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab
yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari
Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslimin di wilayah yang
ditaklukkan. Langkah alternatif dari larangan ini adalah membudayakan tanah
berdasarkan pembayaran Kharaj dan Jizyah. Landasan ijarah disebut secara
terang dalam Al-Qur’an dan Hadist.Dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 233
Allah menjelaskan bahwa :
وَاِنْ اَرَتُّمْ اَنْ
تَسْتَرْضِعُوْااَوْلَدَكُمْ فَلاَجُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّا
ءَاتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَاتَّقُوْااللهَوَاعْلَمُوْا اَنَّاللهَ
بِمَاتَغْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya: ”dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa
jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus membayar
upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika ingin
anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa
asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan
kebolehan untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang
kita butuhkan.[ii]
Fatwa MUI tentang IMBT
•
Pihak yang melakukan al-Ijarah
al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad
pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat
dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
•
Janji pemindahan kepemilikan
yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd (الوعد), yang hukumnya tidak mengikat. Apabila
janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang
dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
C. Rukun
dan Syarat Ijarah[iii]
a. Penyewa (must’jir)
b. Pemberi sewa (mu’ajjir)
c. Objek sewa (ma’jur)
d. Harga sewa (ujrah)
e. Manfaat sewa (manfa’ah)
f. Ijab qabul (sighat).
D. Bentuk Al –
Ijaroh al muntahia bit Tamlik
Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa
yang disepakati kedua pihak yang berkontrak. Misalnya, al ijarah dan janji
menjual, nilai sewa yang mereka tentukan dalam al ijarah, harga barang dalam
transaksi jual, dan kapan kepemilikan dipindahkan.
Ada 2 bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik:
1. Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan
kepemilikan barang secara hibah dari pemilik objek sewa kepada
penyewa. Pilihan ini diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar
sewa relatif lebih besar. Sehingga akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah
mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh
bank
2. Janji untuk
menjual, yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji menjual barang
objek sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan harga tertentu.
Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar
sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, maka akumulasi
nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi
harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Bila
pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia harus membeli barang itu
di akhir periode.[iv]
E. Perbedaan
Antara Leasing dengan Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik
Bidang
|
IMBT
|
Leasing Konvensional
|
a.Aset/Obyek
|
- Aset selama masa sewa menjadi pemilik Bank/
muajjir
- Bank/muajjir tetap menjadi pemilik aset setelah
masa sewa berakhir, jika nasabah tidak bersedia membuat akad pemindahan kepemilikan
(dengan jual beli/hibah).
|
- Sama seperti dalam financial lease nasabah
membeli aset dari supplier dengan dana pembiayaan dari bank dan asset
langsung dicatatkan atas nama nasabah.
- Aset kemudian dikontruksikan sebagai milik Bank
( karena dibeli dengan uang Bank) dan Bank menyewakannya kepada nasabah.
|
Aqad/ perjanjian
|
- 1.perjanjian menggunakan dengan 1 akad dan 1
wa’ad.(akadnya ijarah/sewa) dan wa’adnya jual beli atau hibah) yang akan
ditandatangani setelah ijarah berakhir( jika nasabah menghendaki),maka perlu
dilampirkan konsep perjanjian jual beli/hibah. Juga dilampirkan konsep
kuasa kepada bank untuk menjual aset jika pada akhir masa ijarah nasabah
tidak menginginkan aset.
|
- sewa dan jual beli menjadi satu kesatuan dalam
1 perjanjian.
|
Perpindahan kepemilikan
|
- Perpindahan kepemilikan dengan menggunakan jual
beli dan hibah.
- Perpindahan kepemilikan dilaksanakan setelah
masa ijarah selesai.
|
- Perpindahan kepemilikan diakui setelah seluruh
pembayaran sewa telah diselesaiakan.
- Perpindahan kepemilikan dengan menggunakan jual
beli.
|
Pembuktian kepemilikan objek
|
- Bank/Muajjir dianggap pemilik dari obyek yang
disewakan logikanya banklah yang membeli barang dari suplier. Dan
nasabah untuk membeli barang atas surat kuasa dari bank
|
- Dalam financial lease tidak mengkontruksikan
bahwa lessorlah yang membeli barang dari suplier.
|
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ijarah Muntahia Bittamlik adalah transaksi ijarah yang
diikuti dengan proses perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
Transaksi IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi
kebutuhan pasar. Karena merupakan pengembangan dari transaksi ijarah, maka
ketentuannya mengikuti ketentuan ijarah.
Proses perpindahan kepemilikan barang dalam transaksi ijarah muntahia bittamlik
dapat dilakukan dengan cara: hibah dan promise to sell (janji jual). Yang mana
ijarah muntahia bittamlik ini memiliki rukun, yaitu: penyewa (musta’jir),
pemberi sewa (mu’ajjir), objek sewa (ma’jur), harga sewa (ujrah), manfaat sewa
(manfa’ah), dan yang terakhir ijab qabul (sighat).
DAFTAR PUSTAKA