BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan
salah satu bukti sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi.Bani Abbasiyah
merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang
gemilang.Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik
itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan.Hal inilah yang perlu untuk
kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban
ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan
negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam
itu diakui oleh seluruh dunia, maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu
pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan
mencoba untuk mengulangi masa keemasan itu kembali nantinya oleh generasi ummat
Islam saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah berdirinya Bani
Abbasiyah ?
2. Apa saja yang diperoleh pada masa
kejayaan Bani Abbasiyah ?
3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan
kemunduran Bani Abbasiyah ?
4. Bagaimana akhir masa kekuasaan
Bani Abbasiyah ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui sejarah Bani Abbasiyah
2.Mengetahui apa saja prestasi yang diperoleh pada masa
kejayaan bani abasiyah.
3. Mengetahui apa
saja faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Bani Abasiyah.
4.
Mengetahui
akhir dari masa kekuasaan Bani Abassiyah.
BAB II
DAULAH BANI ABBASIYAH
A. Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah
Dinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas Ash-shaffah, dan
sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbas melewati rentang waktu
yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M.
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah
dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan
anak-anaknya.[1]
Kelahiran bani Abbasiyah erat
kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh golongan syi’ah
terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Golongan Syi’ah selama pemerintahan Bani
Umayyah merasa tertekan dan tersingkir karena kebijakan-kebijakan yang di ambil
pemerintah.Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan
pengikutnya di Karbela.
Gerakan oposisi
terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi’ah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali,
ia telah di bai’ah oleh orang-orang syi’ah sebagai imam. Tujuan utama dari
perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari
tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi’ah keturunan Bani
Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan
dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan
Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya golongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum
menonjolkan nama Syi’ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari
dukungnan masyarakat. Bani
Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan
Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini bekerjasama untuk menghancurkan Bani
Umayyah.[2]
·
Strategi yang digunakan untuk
menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
Gerakan secara rahasia Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang
cukup matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin
abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya
diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya
tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum
akhirnya di eksekusi.Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan di eksekusi
dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah.
·
Tahap terang-terangan dan terbuka
secara umum
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang
ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang
berbahasa Arab di Khurasan. Setelah
khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia menangkap
Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi
dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin
Muhammad.
Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan bin
Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat
dukungan dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah
mendorong semangat Abul Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad
dari jabatannya. Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah
bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad. Pertempuran terjadi antara
pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad dengan pasukan Abdullah
bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan bin Muhammad terdesak
dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania dan terakhir di
Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai ke
Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun akhirnya
tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal 27 Zulhijjah 132
H/750 M. Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan
di bai’ah menjadi khalifah , dalam pidato pembiatan tersebut , ia antara lain
mengatakan “saya berharap semoga pemerintahan kami ( Bani Abbas ) akan
mendatangkan kebaikan dan kedamaian pada kalian. Wahai penduduk koufah, bukan
intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya.Keberhasilan kami beserta
ahlul Bait adalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk koufah, kalian
adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak pernah berubah dalam pandangan
kami, walaupun penguasa yang zalim ( Bani Umayyah ) telah menekan dan
menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka
jadilah kalian orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan…..
ketahuilah, hai penduduk koufah, saya adalah al-saffah”. Setelah Abul Abbas
resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil Damaskus sebagai pusat
pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat pemerintahannya, dengan
beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1) Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus
2) Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang
punggung Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah
3) Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan
ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah
Al-Mansur (754-775 M ) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani
Abbas yang baru.[3]
B. Masa kekuasaan Bani Abbasiyah
Selama
dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola
pemerinthan itu, para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada
empat periode :
·
Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak
lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah
Al-Watsiq 232 H/847 M.
·
Masa Abbasiayah II, yaitu mulai
khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya Daulah
Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
·
Masa Abbasiyah III, yaitu dari
berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke
Baghdad Tahun 447 H/1055 M.
·
Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum
saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa
Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M.[4]
1) Masa Abbasiyah I ( 132 H/750 M-232
H/847 M )
Masa ini diawali sejak Abul Abbas
menjadi khalifah dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah
Al-Watsiq. Periode ini dianggap sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah.Hal ini
disebabkan karena keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan.
Wilayah kekuasaannya membentang dari
laut Atlantik hingga sungai Indus dan dari laut Kaspia hingga ke sungai Nil.
Pada masa ini ada sepuluh orang khalifah yang cukup berprestasi dalam
penyebaran Islam mereka adalah khalifah Abul Abbas ash-shaffah(750-754 M),
Al-Mansyur ( 754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (785-786 M), Harun
Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Ibrahim (817 M),
Al-Mu’tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847 M).
2) Masa Abbasiyah II ( 232 H/847 M-334
H/946 M)
Periode ini diawali dengan
meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihiyah bangkit
memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, Al-Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah,
masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki.
Setelah Al-Mutawakkil meninggal
dunia, para jendral yang berasal dari Turki berhasil mengontrol pemerintahan.
Ada empat khalifah yang dianggap hanya sebagai simbol pemerintahan dari pada
pemerintahan yang efektif, keempat pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862
M ), Al-Musta’in (862-866 M), Al-Mu’taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870
M). Masa pemerintahan ini dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya menjalar
keseluruh wilayah sehinngga banyak wilayah yang memisahkan diri dari wilayah
Bani Abbas dan menjadi wilayah merdeka seperti Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.
3) Masa Abbasiyah
III (334 H/946 M -447 H/1055 M)
Masa ini
ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya
Khalifah Al-Muktafi (946 M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan
Buwaihiyah sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur,
Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniah
beralih kepada Dinasti Gaznawi.Kemudian sejak tahun 869 M, dinasti Fatimiyah
berdiri di Mesir.
Kekhalifahan
Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki.Untuk keselamatan, khalifah
meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup kuat dan
berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang merupakan pusat dunia islam
dan menjadi kediaman Khalifah
Pada akhir Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah
hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani Abbasiyah
berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M), dinasti
Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M),
dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171
M), dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M)
4) Masa Abbasiyah IV (447 H/1055 M -656
H/1258 M )
Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih
pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu
ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh
dunia Islam terutama bagian timur.[5]
C. Masa Kejayaan Peradaban Bani
Abbasiyah
Pada periode
pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara politis para
khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan Filsafat dan
ilmu pengetahan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh
mencapai kejayaan pada masa Bani Abbasiyah.Hal tersebut dikarenakan pada masa
ini Abbasiyah lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam
dari pada perluasan wilayah.Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah
dengan dinasti Umayyah.
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa
khalifah Harun Al- Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M).Ketika
Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan
terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika
Utara sampai ke India.
Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami
perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh
perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku
sejak Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa pengetahuan, selain itu juga ada dua
hal yang tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan yaitu :
a.
Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab
dengan bahasa bangsa lain yang telah lebih dulu mengalami kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak
yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna.
Bangsa-bagssa itu memberi saham tertentu bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dalam Islam. Pengaruh Persia sangat kuat dalam bidang ilmu pengetahuan.
Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat,
dan sastra. Pengaruh India terlihat dari bidang kedokteran, ilmu
matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani terlihat dari
terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu, terutama Filsafat.
b.
Gerakan penerjemahan berlangsung
selama tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Mansyur hingga Hasrun
Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah adalah buku-buku dibidang ilmu
Astronomi dan Mantiq. Fase kedua terjadi pada masa khalifah Al-Makmun hingga
tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemah adalah bidang filsafat, dan
kedokteran. Dan pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama
setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang ilmu yang diterjemahkan
semakin meluas.[6]
Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman yang gemilang bagi
Islam. Zaman ini kota baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah
dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang
datang dari segala penjuru ke Baghdad. Salah satu pendukung utama tumbuh
pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya pabrik kertas di
Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha pembuatan
kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas Islam.
Pabrik kertas ini memicu pesatnya penyalinan dan pembuatan
naskah-naskah, dimasa itu seluruh buku ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada
tahun 1450 M ditemukan oleh gubernur di Jerman. Dikota-kota besar islam muncul
toko-toko buku yang sekaligus juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan
pengajaran non-formal.[7]
Popularitas Bani Abbasiyah ini juga ditandai dengan kekayaan yang dimanfaatkan
oleh khalifah Al-Rasyid untuk keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter, dan faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar
800 orang dokter, selain itu pemandian-pemandian umum didirikan. Kesejahteraan
sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada zaman inilah negara Islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.[8]
Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah
sebagai berikut :
·
Ilmu Kedokteran
Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini
terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran.[9]
Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal diantaranya sebagai
berikut
a.
Hunain Ibnu Ishaq (804-874 M)
terkenal segai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab.
b.
Ar-Razi (809-1036 M) terkenal
sebagai dokter yang ahli dibidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah kepala
dokter rumah sakit di Baghdad. Buku karangannya dbidang ilmu kedokteran adalah
Al-Ahwi.
c.
Ibnu Sina (980-1036 M), yang
karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun Fi At-Tibb dan dijadikan sebagai buku
pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam.
d.
Ibnu Rusyd (520-595 M) terkenal
sebagai dokter perintis dibidang penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar.[10]
·
Ilmu tafsir
Pada masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsir Al-matsur dan Tafsir
Bir ra’yi, aliran yang pertama lebih menekan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadist dan pendapat tokoh-tokoh sahabat. Sedangkan aliran tafsir yang kedua lebih menekan pada logika
( rasio ) dan Nash. Diantara ulama tafsir yang terkenal pada masa ini adalah
Ibnu Jarir al-Thabari (w.310 H) dengan karangannya jami’ al-bayan fi tafsir
Al-Qur’an, Al-Baidhawi dengan karangannya Ma’alim al-tanzil, al-Zakhsyari
dengan karyanya al-kassyaf, Ar-Razi(865-925 M) dengan karangannya al-Tafsir
al-Kabir, dan lain-lainnya.
·
Ilmu Hadist
Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz
(717-720 M) dari Bani Umayyah sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan
membukukan Hadist.Akan tetapi perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol
pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada masa inilah muncul ulama-ulama hadist
yang belum ada tandingannya sampai sekarang. Diantara yang terkenal ialah Imam
Bukhari (W.256 H) ia telah mampu mangumpulkan sebanyak 7257 Hadist dan setelah diteliti
terdapat 4000 hadist Shahih dari yang telah berhasil dikumpulkan oleh imam
Bukhari yang disusun dalam kitabnya Shahih Bukhari. Imam Muslim ( W. 251 H)
terkenal sebagai seorang ulama hadist dengan bukunya Shahih Muslim, buku
karangan imam Bukhari dan Muslim diatas lebih berpengaruh bagi umat Islam dari
pada buku-buku hadist lainnya, seperti Sunan Abu Daud oleh Abu Daud ( W.257 H)
sunan Al- Turmizi oleh imam Al-Turmizi(W.287 H) Sunan Al-Nasa’i oleh Al-Nasa’i
( W.303 H) dan sunan Ibnu-Majah oleh Imam Ibnu Majah ( W.275 H) keenam buku
hadist tersebut lebih dikenal dengan sebutan Al- Kutub Al-Sittah.
·
Ilmu Kalam
Bukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan pada masa
Bani Abbasaiyah merupakan dasar-dasar Ilmu Fiqh.Ilmu ini disusun oleh
ulama-ualama yang terkenal pada masa itu dan masih besar pengaruhnya sampai
sekarang, Diakalangan Ulama Ahlu al-Sunnah wal jamaah. Muncul Imam Abu
Hanifah(810-150 H) yang lebih cendrung memakai akal (rasio) dan Ijtihad, Imam
Malik Bin Anas (93-179 H) yang lebih cendrung memakai hadist dan menjauhi
sampai batas tertentu pemakaian Rasio, Imam Syafi’i (150-204 H) yang berusaha
mengkompromikan aliran Ahl al-Ra’yi, dengan Ahl al-Hadist dalam Fiqh, dan Imam
Ahmad bin Hambal(164-241 H) yang merupakan tokoh aliran Fiqh yang keras, ketat
dan kurang luwes dari aliran-aliaran fiqh yang lainnya. Buku karang mereka masih dapat kita
temukan sampai sekarang yaitu al-muawatta, al-umm, al-risalah, dan sebagainya.
·
Ilmu
Tashawuf
Dalam
bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa
pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi
pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai
sekarang yaitu buku Ihya’ Al-Din, yang terdiri dari lima jilid. Al-Hallaj
(858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang berjudul Al-Thawasshin, Al-Thusi
menulis buku al-lam’u fi al-Tashawuf, Al-Qusyairi (W. 465 H) dengan bukunya
al-risalat al-Qusyairiyat fi il’m al-Tashawuf.[11]
·
Ilmu
Matematika
Terjemahan
dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika.
Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang
pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol.
Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas
terkenal sebagi ahli ilmu matematika.[12]
·
Ilmu Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah
Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang
obat-obatan), jami’ al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan
makanan bergizi).
Dan masih banyak lagi ilmu yang berkembang pada masa Bani Abbasiyah berkuasa,
hal ini terlihat bahwa saat Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M) memerintah ia
mendirikan Universitas Mustansiriah di Baghdad yang dapat dibanggakan karena
telah mampu melampaui Universitas di Eropa. Mereke mempunyai Fakultas-fakultas
yang sempurna, mahaguru digaji berdasarkan banyak mahasiswa yang terdapat dalam
Fakultasnya, setiap Mahasiswa dan Mahaguru mendapatkan satu dinar emas setiap
bulannya, dan rata-rata setiap Fakultas tidak ada yang kurang dari 3000
Mahasiswa didalamnya. Setiap
Mahasiswa boleh makan ke dapur umum Mahasiswa dengan Cuma-Cuma, sebuah
perpustakaan besar terdapat dalam Universitas itu. Setiap mahasiswa yang
berkeinginan menyalin buku-buku atau ingin menyusun buku baru, ada sebuah
kantor yang mengurus persediaan kertas, pena dan tinta untuk keperluan itu.
Disamping Universitas dibangun sebuah rumah sakit untuk mahasiswa diperiksa
kesehatannya, hal inilah yang menyebabakan berbagai Universitas di Eropa
mengambil contoh pada Universitas Mustansiriah itu.[13]
D. Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Kemunduran Bani Abbasiyah
Menurut W.
Montgomery, bahwa beberapa faktor penyebab kemunduran Bani Abbasiyah adalah :
1.
Luasnya wilayah kekuasaan Bani
Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling
percaya antara penguasa dan pelaksana pemerintah sudah sangat rendah.
2.
Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi.
3.
Keuangan negara sangat sulit karena
biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat iu
kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke
Baghdad.[14]
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M. A diantara hal
yang menyebabkan kemunduran Daulah Bani Abbasiayah Adalah :
1.
Persaingan antar bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orang-orang Persia, persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib pada
saat pemerintahan Bani Umayyah, keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti
Abbasiyah berdiri Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa
ini persaingan antar bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecendrungan
masing-masing bangsa untuk berkusa telah dirasakan sejak awal pemerintahan Bani
Abbas.
2.
Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasiyah juga mengalami kemerosotan Ekonomi bersamaan dengan
Kemunduran dibidang Politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah
merupakan pemerintahan yang kaya, dan keuangan yang masuk lebih besar dari pada
yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan Harta. Setelah khalifah mengalami
periode kemunduran , pendapatan negara menurun, dengan demikian terjadi
kemerosotan ekonomi.
3.
Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan masalah kebangsaan. Pada
periode Abbasiyah , konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga
terjadi perpecahan. Berbagai Aliran keagaam seperti Mu’tazillah, Syi’ah, Ahlus
sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah
mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4.
Perang Salib
Perang salib merupakan sebab dari eksternal ummat Islam. Pernag salib
yang terjadi beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan
perhatian Bani Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara salib sehingga
memunculkan kelemahan-kelemahan.
5.
Serangan Bangsa Mongol
Serangan tentara mongol ke wilayah Islam menyebabkan kekuatan Islam
menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuasaan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah pada
kekuatan Mongol.[15]
E.
Masa Akhir Kekuasaan Bani Abbasiyah
Akhir dari kekuasaan Bani Abbasiyah adalah saat
Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan (656
H/1258 M). Ia adalah saudara dari Kubilay Khan yang berkuasa di Cina sampai ke
Asia Tenggara, dan saudaranya Mongke Khan yang menugaskannya untuk
mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina kepangkuannya. Baghdad
dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Pada mulanya Hulagu Khan mengirim suatu
tawaran kepada Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir Al-Mu’tashim billah untuk
bekerja sama menghancurkan gerakan Assassin. Tawaran tersebut tidak dipenuhi
oleh khalifah. Oleh karena itu timbullah kemarahan dari pihak Hulagu Khan. Pada
bulan september 1257 M, Khulagu Khan melakukan penjarahan terhadap daerah
Khurasan, dan mengadakan penyerangan didaerah itu. Khulagu Khan memberikan
ultimatum kepada khalifah untuk menyerah, namun khalifah tidak mau menyerah dan
pada tanggal 17 Januari 1258 M tentara Mongol melakukan penyerangan.[16]
Pada waktu penghancuran kota Baghdad, khalifah dan
keluarganya dibunuh disuatu daerah dekat Baghdad sehingga berakhirlah Bani
Abbasiyah. Penaklukan itu hanya membutuhkan beberapa hari saja, tentara Mongol
tidak hanya menghancurkan kota Baghdad tetapi mereka juga menghancurkan
peradaban ummat Islam yang berupa buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah
hasil karya ummat Islam yang tak ternilai harganya.
Buku-buku itu dibakar dan dibuang ke sunagi Tigris
sehinggaberubah warna air sungai tersebut, dari yang jernih menjadi hitam kelam
karena lunturan air tinta dari buku-buku tersebut.[17]
BAB III
PENUTUP
Bani
Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang merupakan masa keemasan
dan kejayaan dari peradaban ummat Islam yang pernah ada.Pada masa Bani
Abbasiyah kekayaan negara melimpah ruah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi.
Pusat peradaban Islam mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada masa ini
banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan Ummat Islam, baik itu ilmu
pengatuhan yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran yang telah mencetak
dokter seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lainnya, sehingga pada masa ini
telah ada lebih dari 800 dokter yang berada di kota Baghdad. Dalam bidang matematika melahirkan
ilmuan bernama Al-Khawarizmi yang merupakan penemu angka Nol. Demikian juga
dari biang ilmu agama, adanya perkembangan ilmu tafsir, ilmu kalam, filsafat
Islam, dan ilmu tashauf, yang juga melairkan tokoh-tokoh dibidang ilmu
masing-masing. Pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-rasyid kesejahteraan
ummat sangat terjamin, karena pada masa inilah puncak dari kejayaan Bani
Abbasiyah, pembangunan dilakukan dimana-mana, baik pembangunan rumah sakit,
irigasi, dan pemandian-pemandian umum.
Namun diakhir pemerintahan Khalifah
Bani Abbasiyah, Islam mengalami keterpurukan yang sangat parah. Hal ini
disebabkan dari serangan tentara Mongol yang telah mengahncurkan pusat
peradaban Ummat Islam di Baghdad dan mengahancurkan Pusat ilmu pengetahuan
yaitu Baitul Hikmah, yang berisi buku-buku karangan pakar ilmu ummat Islam yang
tak ternilai harganya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul
Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009
Harun, Maidir
dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam jilid II, Padang : IAIN-IB Press, 2001
Ismail,
Chadijah, sejarah pendidikan Islam, Padang : IAIN-IB Press, 1999
Wahid, N. Abbas
dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudaan Islam, Solo : PT. TigaSerangkai Pustaka Mandiri, 2009
Yatim,Badri, Sejarah Peradaban Islam
( Dirasah Islamiyah II ), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
[1] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban islam (
Jakarta : Amzah, 2009) hal 138
[2]Maidir Harun dan Firdaus, sejarah peradaban
islam jilid II ( Padang : IAIN-IB Press, 2001 ) hal 1
[3]Maidir Harun dan Firdaus, sejarah peradaban
islam jilid II ( Padang : IAIN-IB Press, 2001 ) hal 4
[4].Samsul Munir
Amin, Sejarah peradaban islam ( Jakarta :
Amzah, 2009) hal 141
[5]. N. Abbas Wahid
dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayyan Islam (Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2009)
[6]. Samsul Munir
Amin, sejarah peradaban islam ( Jakarta : Amzah, 2009) hal 145
[7]. Chadijah
Ismail,sejarah pendidikan Islam ( Padang : IAIN-IB Press,1999) hal 41
[8]
Yatim,Badri, Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II ), Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 1993
. Hal 32.
[9]Maidir Harun dan Firdaus, sejarah peradaban
islam jilid II ( Padang : IAIN-IB Press, 2001 ) hal 25
[10] N. Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah
Kebudayyan Islam (Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hal 50
[11]. Maidir Harun dan
Firdaus, sejarah peradaban islam jilid II ( Padang : IAIN-IB Press, 2001 ) hal 20-24
[12]Samsul Munir Amin, sejarah peradaban islam (
Jakarta : Amzah, 2009) hal 150
[13]Chadijah Ismail,sejarah pendidikan Islam (
Padang : IAIN-IB Press,1999) hal 45
[14]Samsul Munir Amin, sejarah peradaban islam (
Jakarta : Amzah, 2009) hal 155
[15]. Maidir Harun dan Firdaus, sejarah peradaban
islam jilid II ( Padang : IAIN-IB Press, 2001 ) hal 80
[16]. Maidir Harun dan
Firdaus, sejarah peradaban islam jilid II ( Padang : IAIN-IB Press, 2001 ) hal 59
[17]Samsul Munir Amin, sejarah peradaban islam (
Jakarta : Amzah, 2009) hal 156