A. Latar Belakang Masalah
Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit
tidak memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah
melakukan identifikasi untuk mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil
identifikasi mereka juga akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang
dijelaskan pada bagian berikut.
Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit
dalam al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan
bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti
kebaikan).
Imam
Al-Baghawi menafsirkan bahwa peerintah untuk melakukan al-khayr berarti
perintah untuk melakukan silaturahmi, dan berakhlak yangbaik. SementaraTaqiy
al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah
untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan wakaf.
Dalam ayat
tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda. Oleh karena
itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan ibadah
bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan berakar pada al-khayr.
Allah memerintahkan manusia untuk mengerjakannya.
B. Pengertian Wakaf
Menurut bahasa Wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah
(terkembalikan), al-tahbis (tertahan), altasbil (tertawan)
dan al-man’u (mencegah).
disebut pula dengan al-habs (al-ahbas, jamak). Secara bahasa, al-habs
berarti al-sijn (penjara), diam, cegah, rintangan, halangan, “tahanan,”
dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs) dengan al-mal
(harta) berarti wakaf (ahbasa al-mal).
Dalam hadits dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariah (shadaqat
jariyah) dan al-habs (harta yang pokoknya dikelola dan
hasilnya didermakan). Oleh karena itu, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab
haditas dan fiqih tidak seragam.. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsuth,
memberikan nomenklatur wakaf dengan Kitab al-waqf, Imam Malik menuliskannya
dengan nomenklatur Kitab Habs wa al-Shadaqat, Imam al-Syafi’I dalam
al-Umm memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas, dan bahkan Imam Bukhari
menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya.
Oleh karena itu secara nomenklatur wakaf ddisebut dengan al-ahbas, shadaqat
jariyat, dan al-waqf.
Secara normative idiologis dan sosiologis perbedaan nomenklatur wakaf tersebut
dapat dibenarkan, karena landasan normative perwakafan secara eksplisit tidak
terdapat dalam al-Quran atau al-Sunna dan kondisi masyarakat pada waktu itu menuntut
akan adanya hal tersebut. Oleh karena itu, wilayah Ijtihad dalam bidang wakaf
lebih besar dari pada wilayah Tauqifi-Nya.
Menurut
Istilah, wakaf berarti :
حبس مال يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه يقطع
التصرف فى رقبته على مصرف مباح موجد
“Penahanan
harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan desertai dengan kekal zat/benda
dengan memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas
Mushrif (pengelola) yang dibolehkan adanya.
Atas dasar sejumlah riwayat tersebut, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab
hadits dan fikih tidaklah seragam. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsut memberikan
nomenklatur wakaf dengan al-Wakaf, Imam al- Syafi’i dalam al-Um memberikan
nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas, dn bahkan Imam Bukhari menyertakan
hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya. Oleh
karena itu, secara teknis, wakaf disebut dengan al-ahbas, shadaqah jariyah,
dan al-wakaf
Keragaman nomenklatur wakaf terjadi karena tidak ada kata wakaf yang eksplisit
dalam Al-Quran dan hadits. Hal ini menunjukan bahwa wilayah ijtihad dalam
bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah tawqifi.
C. Ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan Wakaf
Seperti
telah diuangkapkan di muka, bahwa secara eksplisit tidak ditemukan ayat
al-Quran yang mengatur tentang wakaf, namun secara implisit cukup banyak
ayat-ayat yang bisa jadi dasar hukum tentang wakaf, yaitu beberapa
ayat tetang infak diantaranya :
1.
Qur’an : al
Hajj : 77
(يايها الدين امنوا اركعوا
واسجدوا) (اى ارجعوا من تكبر قيام الانسانية الى توضع الحيوانية ودلة
النباتية ( واعبدوا ربكم) بسائر ما كلفكم به خالصا
لوجهه (وافعلو الخير) واجبا ومندوبا واتوجهوا الى الله تعالى فى جميع
احوالكم (لعلكم تفلحون) اى لتضفروا بنعيم الجنة اىافعلوا
هده كلها وانتم راجعون بها الفلاح غير متيقنين
Wahai
orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan
berbuatlah kebaikan agar kamu beruntung.
2. Qur’an : al Baqarah : 261
(مثل الدين ينفقون امولهم فى سبيل الله كمثل
حبت انبتت سبع سنا بل ) اى سفة صدقاة الدين ينفقون اموا لهم فى
دين الله كصفة حبة اخرجت سبع سنا بل او المعنى مثل الدين ينفقون
اموالهم فى وجوه الخيرات من الوجب والنفل كمثل زراع اخرجث ساقا تشعب منه سبع
شعب فى كلى واحدة منها سنبلة (فى كلى سنبلة مائة حبة ) كما يشاهد دلك فى
الدرة والدخن بل فيهما اكثر من دلك (والله يضعف ) فوق دلك (لمن
يشاء ) على لايضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف (والله وا سع
) ائ لا يضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف (عليم ) بنية المنفق وبمن
يستحق ىالمضاعفة
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.
3. Qur’an Ali Imran : 92
لن تنالوا الير حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا
من شيء فان الله به عليم
Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
قال ابو حعفر يعنى بدلك جل
ثناه : لن تدركو ايها المومنون
البر : وهو البر من الله الدى
يطلبونه منه بطاعتهم اياه وعباد تهم له ويرجونه منه, ودلك تفضله عليهم بادخالهم
جنة, وصرف عدابه عنهم.
حدثن ابو كريب قال: حدثن وكيع
عن شريك عن ابى اسحاق عن عمرو بن ميمون في قوله : لن تنالوا البر, فل ألجنة.
قال ابو جعفر : فتاويل الكلام
لن تنالوا ايها المومنون : جنة ربكم
حتى تنفقوا مما تحبون يقول :
حتى تتصدقوا مما تحبون وهوون ان نكون لكم من نفيس اموالكم
Kutipan Al-Quran surat Ali Imran ayat 92 tersebut benar-benar menyentuh. Ternyata
menafkahkan harta yang kita cintai merupakan salah satu jalan sekaligus syarat
untuk menyempurnakan semua kebajikan lain yang sudah, sedang, dan akan kita
lakukan. Bisa jadi seseorang telah banyak berbuat baik. Tampaknya dengan
menafkahkan sebagian hak milik yang sangat dicintai untuk perjuangan di jalan
Allah, barulah akan sampai kepada kebajikan/keshalehan yang sempurna.
Sabab Nuzul ayat tersebutadalah, Seperti diterangkan dalam hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Buchori, Muslim, Tarmidzi, dan An-Nasa’i, yang diterima
dari Anas bin Malik, Beliau menrangkan :
Abu Tholhah diantara salah seorang Sahabat Nabi yang paling banyak memiliki
kebun kurmanya di Madinah, salah satunya kebun kurma Bairuha, kebun
tersebut berhadapan dengan Masjid tempat Nabi sembahyang dan Nabi sering keluar
masuk memakan kurma tersebut dan meminum airnya yang harum.
Ketika turun ayat tersebut (Ali Imran : 92) Tholhah langsung mendatangi
Rasull lalu ia berkata, :Ya Rasulullah, sesungguhnya kekayaan yang sangat
kucintai yaitu kebun kurma Bairuha, karena ada perintah dari Allah
melalui ayat tadi, kusedekahkan bairuha ini kepadamu Ya Rasulullah.
Mendengar ucapan Abu Tholhah, Rasulullah berkata, wahai Tholhah sungguh engkau
beruntung, kebun kurma itu membawa keberuntungan, kalau begitu alangkah baiknya
disedekahkan kebun kurma itu kepada karib kerabatmu. Timpal Abu Tholhah, ya
Rasulullah akan kusedekahkan harta itu sesuai dengan petunjukmu Ya Rasulullah.
Kemudian dalam Riwayat Abi Hatim dari Muhammad bin Al-Munkodir, beliau berkata,
bahwa ketika turun ayat Ali Imran ke 92, datang sahabat Zaid bin Haritsyah
membawa seekor kuda yang bernama Sibul, Zaid tidak memiliki lagi
kekayaan lain selain kuda itu.
Beliau berkata, Ya Rasulullah saya datang akan menyerahkan kuda ini untuk
kepentingan agama, Rasull menjawab “Aku menerima sedekahmu” wahai Zaid.
Selanjutnya oleh Rasulullah ditunggangkan diatas
punggung kuda itu Usamah bin Zaid anaknya Zaid, lantas Rasull melihat muka Zaid
agak muram masih merasa berat hati melepaskan kuda kesayangannya. Namun
Rasulullah melanjutkan perkataannya. Sesungguhnya Allah telah menerima sedekah
engakau Zaid.
Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa hadits Nabi
yang menyinggung masalah shadaqah jariyah, yaitu :
عن ابى هريرة ان رسول الله صلى عليه و سلم قال :
ادا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد
صالح يدعوله (رواه مسلم )
Dari Abu
Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak Adam (manusia
meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
Shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”.
(HR. Muslim)
Penafsiran
shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikataakan asuk dalam pemebahasan wakaf,
seperti yang diuangkapkan seorang Imam
دكره باب الوقف لانه فسر
العلماء الصدقة الجارية بالوقف
Hadit
tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah
jariyah dengan wakaf.
Hadits Nabi
yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi
kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :
عن ابن عمر رضى الله عنهما ان عمر بن الخطاب اصاب ارضا
بخيبر فئاتى النبي صلى الله عليه وسلم يستئامره فيها فقال : يا رسول
الله انى اصبت ارضا بخيبر لم اصب مالا قط انفس عندى منه فما تئامرنى
به قال : ان شئت حبست اصلها فتصدقت بها عمر انه لا يباع ولا يوهب ولا
يرث وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى وفى الرقاب وفى سبيل الله وابن
السبيل والضيف لاجناح على من وليها ان ياكل منها با المعرف ويطعم غير متمول
(رواه مسلم )
Dari Ibnu
Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah d Khaibar
kemudian menghadap kepada Rasulullah untukm memohon petunjuk Umar berkata : Ya
Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah engkau perintahkan kepadaku ?
Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu
sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir,
kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa
atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya)
makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak
bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).
Pada sabda
Nabi yang lainnya disebutkan :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه
وسلم ان مائة سهم لى بخيبر لم اصب مالا قط اعجب الي منها قد اردت ان اتصدق
بها فقال النبي صلعم : احبس اصلها وسبل ثمرتها (رواه ألبخارى و مسلم
Dari Ibnu
Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai
seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling
saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw
mengatakan kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya
(modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung
tentang akaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali
hukum-hukum wakaf yang diterapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga
ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan ta’abudi,
khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat,
peruntukan dan lain-lain.
Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi
pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun sampai sekarang,
dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan menggunakan metode
penggalian hukum (ijtihad) mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf
dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad
seperti qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.
Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam wilayah
ijtihadi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap
penafsiran-penafsiran baru, dinamis, fururistik dan berorientasi pada masa
depan. Sehingga dengan demikian, ditinjau dari aspek ajaran saja, wakaf
merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari muamalah yang
memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi
lemah.
Memang, bila ditijau dari kekuatan sandaan hukum yang dimiliki, ajaran wakaf
merupakan ajaran yang bersifrat anjuran (sunnah), namun kekuatan yang dimiliki
sesungguhnya begitu besar sebagai tonggak menjalankan roda kesejahteraan
masyarakat banyak. Sehingga dengan demikian, ajaran wakaf yang masuk dalam
wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi pendukung non manajerial yang bisa
dikembangkan pengelolaannya secara optimal.
D. Perwakafan Dalam Undang-Undang Di Indonesia
1. Wakaf
sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi yang perlu
dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
2. Wakaf
merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam
masyarakat.
E. Benda Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan
1.
Hak atas
tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik
yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.
2.
Bangunan
atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah dan atau bangunan.
3.
Tanaman dan
beda lain yang berkaitan dengan tanah
4.
Hal milik
atas satuan rumah sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.
5.
Benda tidak
bergerak lain yang sesuai dengan sejarah dan peraturan perundang-unagan.
F. Benda Bergerak yang dapat Diwakafkan
1.
Uang Rupiah
2.
Logam
Mulia
3.
Surat
Berharga
4.
Benda
bergerak lain yang berlaku
5.
Kendaraan
6.
Hak atas
kekayaan intelektual
7.
Hak sewa
sesuai ketentuan syariah dan peraturan perunda-undanga yang berlaku.
G. Unsur-Unsur Wakaf
1.
Wakif
2.
Nadzir
3.
Harta Benda
Wakaf
4.
Peruntukan
Wakaf
5.
Jangka Waktu
Wakaf
6.
Sighat
Wakaf/Akad
H. Kesimpulan
1.
Wakaf
menahan dzat/benda dan membiarkan nilai manfaatnya demi mendapatkan pahala dari
Allah Ta’ala.
2.
Merupakan
ibadah kebendaan yang secara tekstualitas tidak ditemukan ayat nya di dalam
al-Quran, kecuali ada beberapa hadist Nabi yang secara eksplisit
memberikan kepastian tentang hukum wakaf.
3.
Wakaf adalah
amalan yang disunnahkan, teermasuk jenis sedekah yang paling utama yang
dianjurkan Allah dan termasuk bentuk taqarrub yang ermulia, serta merupakan
bentuk kebaikan dan ihsan yang terluas serta banyak manfaatnya.
4.
Wakaf
merupakan amal yang tidak pernah terputus, meski orang yang memberikan wakaf
sudah meninggal dunia.
5.
Wakaf
ditentukan peruntukannya, seperti untuk sarana peribatan seperti; masjid,
langgar, mushala, yayasan pendidikan, yayasan panti jompo dan untuk sarana peribadatan
sosial lainnya.
6.
Disyariatkan
harta yang diwakafkan bermanfaat secara langgeng seperti gedung, hewan, kebun,
senjata, perabot dan yang berkembang sekarang adalah wakaf uang tunai, dan
wakaf hak kekayaan intelektual.
7.
Pensyariatan
wakaf adalah hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, “Umar memperoleh tanah
Khaibar, Kemudian mendatangi Nabi SAW Seraya berkata, Saya memperoleh tanah
yang tidak pernah saya dapatkan harta yang lebih berharga darinya, Lalu apa
yang engkau perintahakan kepada saya? Nabi SAW bersabda, Jika berkenan, kamu
dapat menahan (menafkahkan) pokoknya dan bersedekah dengannya. Kemudian Umar
bersedekah agar tanah tersebut tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak
diwariskan, tapi hanya untuk fakir miskin, kerabat, budak-budak, orang yang
dijalan Allah, para tamu dan ibnu sabil. Sehingga orang yang mengurusnya tidak
berdosa mengambil makan darinya dengan cara yang baik atau memberikan makan
kepada semua yang tidak mempunyai harta.
I. Daftar
Pustaka
·
Abdul Manan. 2006. Aneka Masalah
Hukum Perdata Islam di Indonesia. Kencana: Jakarta.
·
Adijani al-Alabij.1989. Perwakafan
tanah di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta.
·
Ali, Mohammad Daud. 1995. Lembaga-lembaga
Islam di Indonesia. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
·
Lubis, Suhrawardi K.2010. Wakaf dan Pemberdayaan
Umat. Sinar Grafika: Jakarta.
Imam Taqqy
al Din Abi Bkr Ibnu Muhammad al Hasaeni al Dimasqi, Kifayat al Ahyar fi Hall
Gayat al Ikhtishar, (Semarang: Thoha Putra, tth.), hlm. 319